Feeds:
Pos
Komentar
toto sugito

toto sugito (foto by heru)

Jakarta sedang dibalut gerimis pada sore hari sekira pukul lima, dari kantornya di kawasan Tebet, Toto Sugito melipat sepeda yang biasa ia gunakan sebagai sarana transportasi dari rumah ke kantor, ia mengemasnya dan memberhentikan taksi, tujuannya adalah studio Metro TV di kawasan Kedoya. Jalanan padat khas jam pulang kerja  membuat taksi yang ditumpangi ayah tiga anak ini harus berhenti total di Gatot Subroto,  30 menit berlalu dan Toto masih berdiam di kawasan Gatot Subroto.

“Akhirnya saya keluar dari taksi, buka sepeda dan melanjutkan perjalanan ke Kedoya dengan sepeda. Jam tujuh nyampe tuh di Kedoya,” kisah pria yang menjabat sebagai ketua komunitas Bike To Work (B2W). Lanjut Baca »

*wawancara dilakukan sudah sgt lama, mungkin sekitar Mei 2008, tidak ada penyesuaian tulisan atau revisi apa-apa dgn kondisi terbaru, cm pgn menyelamatkan naskah ke blog, 😀 *

Saat Anda menyantap makanan di restoran, pernahkah terpikir bagaimana jika makanan itu tidak habis? Apa yang dilakukan si pemilik? Membuangnya, memakannya hingga habis, membaginya pada para karyawan?

Martin Sunu (29), pemilik serta pengelola Bebek Ginyo, punya cara brilian mengatasinya. “Bebek itu diancurin untuk dibuat pepes,” katanya sambil tertawa. Melihat kerut di kening saya, Martin tergesa meralat. “Tapi jangan langsung berasumsi bebek kemarin itu basi atau udah ngga enak yah, bebeknya masih sangat layak untuk dikonsumsi,” tambah lajang kelahiran 8 Maret 1979 ini.

Awalnya, Martin memang hanya memanfaatkan bebek yang tidak terolah. Namun, siapa nyana, jika menu yang digemari keluarganya ini, saat coba-coba dijadikan salah satu menu dalam list bebek ginyo ini, malah disambut baik pelanggan.

“Memang awalnya cuma memanfaatkan bebek yang tersisa atau bebek yang hancur, tapi sekarang, banyaknya pelanggan yang datang kesini justru nyari pepes,” kata Martin. Demi kebutuhan itulah, justru sekarang, Martin banyak “menghancur-hancurkan” bebek. “Ya karena banyak yang nyari, jadi sekarang sengaja diancurin,” tandasnya. Lanjut Baca »

*wawancara dan tulisan dibuat pada April 2008 tnp perubahan/penyesuaian dgn kondisi terkini :)*

Jimmy Irawan Pangestu (62), kakek dari empat cucu ini mungkin tak pernah menyangka, jika buah kaburnya akan berasa manis. Diusianya yang menjelang senja, ayah lima anak ini, kini tinggal duduk dan mengawasi pekerjanya melayani konsumen yang ingin memesan makanan atau sekedar mengudap martabak di restorannya.

Siapa yang sangka jika bocah berusia 16 tahun yang kabur dari rumah karena tertarik keyakinan lain ini akan memetik sukses. Padahal, selepas ia meninggalkan rumah dan sekolahnya di Bandung, Jimmy sempat ‘menggembel’ dan bergaul dengan kerasnya kehidupan jalanan di Jakarta. Bahkan kakak-kakaknya dan keluarganya yang beragama Katholik sempat mencelanya : “Jim, kalau masuk Islam, siap-siap jadi gembel, lo!” Lanjut Baca »

iim-baru

Anak ketiga dari lima bersaudara ini terlahir dari keluarga PNS. Kedua orangtuanya bekerja sebagai abdi negara. Bukan hanya itu, keempat saudara Iim Rusyamsi (35) juga sukses bekerja di instansi pemerintah. Tak heran kedua orangtua-nya berpikir bahwa jalan yang terbaik bagi anak-anaknya adalah menjadi pegawai negeri seperti jejak mereka.

Bukannya menurut dengan kehendak orangtua, segala support moril untuk menembus jalur PNS malah “disalahgunakan” Iim untuk membuktikan bahwa ia dapat hidup tanpa menjadi pegawai negeri. Itu yang mendasari ayah dua anak ini untuk berkiprah di dunia entrepreneur .

“Setiap bisnis harus punya reason, dan alas an saya adalah ingin membuktikan pada kedua orangtua bahwa saya dapat hidup tanpa harus menjadi PNS,” terangnya. Lanjut Baca »

agusk

agusk

Hidup selalu penuh dengan keajaiban. Dan bagi Agus Kuncoro, keajaiban itu selalu dipetiknya dari kebiasaan bersedekah. Ia memiliki konsep tersendiri dalam mendermakan sebagian harta kepada mereka yang memerlukan. “Seperti makan, apabila jarang dikeluarkan kita akan sakit. Rizki demikian, kita diberi terus, tetapi jarang disedekahkan yang ada Allah akan mengambil dengan lebih banyak lagi,” kata pemeran Azzam dalam sinetron reliji Para Pencari Tuhan (PPT).

Bukan sekedar berbicara, karena Agus membuktikannya dalam kehidupan nyata. Suami dari Anggia Jelita ini sering merasakan keajaiban ketika ia bersedekah. Bahkan pada awal 2008 lalu, setelah mendermakan 50% honor dari membintangi film Kun Fayakun, ia mendapati keajaiban yang paling dinanti-nantinya selama usia pernikahan tiga tahun, seorang bayi perempuan jelita yang lahir pada 12 Mei 2008 dan diberi nama Kunkeira Gayla.

“Kejadiannya setelah membintangi Kun Fayakun. Produser film ini, Ustadz Yusuf Mansur, menyarankan untuk mendermakan sebagian dari honor. Kata beliau, jika saya punya keinginan kuat untuk memiliki anak, sebaiknya termin (honor) terakhir jangan diambil,”

Pria kelahiran 11 Agustus 1972 ini lalu menyetujui. Tak dinyana, sebulan kemudian, Anggia, sang istri menelepon dan mengabarkan jika ia positif hamil. Kejadian ini membuat keyakinan Agus semakin menebal akan ajaibnya sedekah. Meski demikian, sedekah bukanlah hal baru bagi pria Madiun-Jogja yang besar di Jakarta ini. Lanjut Baca »

Awalnya Yuli (39) hanya ingin memberikan mainan yang bernilai edukasi pada Irlyana Prameswari Ramadhina, buah hatinya yang kala itu berusia 4 bulan. Melihat si kecil sudah aktif merangkak, Yuli lalu berpikir untuk dapat memberikan mainan tetapi yang memiliki nilai edukasi. Kebetulan ia menghadiri sebuah pameran yang cukup unik yang memamerkan mainan-mainan untuk anak-anak.

Suatu hari ia melihat pameran dan produk-produk. Melihat mainan yang ditawarkan ia lantas tertarik untuk berhubungan langsung dengan produsen yang memproduksi barang-barang itu. Lanjut Baca »

nursalam

nursalam

Rumah mungil itu hanya terdiri dari susunan bata tanpa dilapis semen dan cat, hingga kontras dengan bangunan lain yang ada di sekelilingnya. Di dalam ruangan yang sederhana, nampak rak dengan susunan hasil daur ulang yang menumpuk. Saat saya bertandang, si pemilik, Nursalam (45), sedang melipat surat undangan yang dibuat dari kertas daur ulang yang dicampur dengan pelepah batang pisang yang dihancurkan.

Lipatan surat undangan unik terhampar di meja. Sambil berbincang, saya berkesempatan mengamati serat-serat halus dalam kertas undangan itu. Warna cokelat yang didapat dari pelepah pisang memberikan nuansa alami yang menyejukkan, amat berbeda dengan kertas undangan lainnya, meski tidak kehilangan kesan elegan.

Selain kartu undangan, Nursalam juga memproduksi goodie-bag, kotak pinsil, beraneka kotak ragam ukuran sesuai pesanan, bingkai (frame) foto, dan lainnya. Semuanya dibuat dari sampah yang didaur ulang. Karenanya, Nursalam memasang plang ‘Kedai Daur Ulang’ yang di rumahnya.

“Disebut kedai karena orang bisa datang kesini untuk membicarakan masalah sampah. Kalau biasanya kedai nasi orang datang mencari nasi, sekarang orang datang untuk membicarakan masalah sampah,” kata bapak dua anak ini. Menurut Nursalam, kedainya bukan sekedar berjualan produk, tetapi juga sekaligus meng-edukasi masyarakat sekitar untuk mendaur-ulang sampah. Lanjut Baca »

Penggemar sushi dan sashimi (olahan ikan mentah ala Jepang, red) ini tertawa saat ditanya apa kegemarannya selain matematika. “Komputer!” ujarnya. Coba dengar apa alasannya suka komputer : “Abis komputer enak, bisa dimakan, asal ngga dikecapin,” Lho, Ano ngga doyan kecap? “Bukan tapi nanti kalo dikecapin komputernya rusak,” katanya, lalu tertawa berderai.

Itulah Stefano Chiesa Suryanto. Jawara matematika yang langganan menggondol emas di ajang olimpiade taraf internasional. Di luar hobinya akan matematika, bocah 12 tahun yang disebut-sebut sebagai ‘The Golden Boy’ ini tetaplah anak biasa yang lucu, menggemaskan, dan hobi bercanda. Lanjut Baca »

Apa yang terkenang dalam benak kita jika mendengar kata PKI? Barangkali ingatan akan melayang pada palu dan arit dan darah yang berceceran, yang terlukis dari film G30S/ PKI yang kerap diputar pada saat peringatan peristiwa mencekam yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 lampau.

Kekejaman PKI begitu lekat dalam ingatan. Film, buku, serta pelajaran di sekolah memberikan andil dalam benak anak bangsa tentang ‘betapa kejamnya PKI’. Membunuh, merusak, membakar, serta segudang tindakan anarkis lain yang telah membuat pemerintah mengeluarkan maklumat partai terlarang dan bahkan kejadian beberapa waktu yang lalu, pemerintah membakar buku-buku pelajaran Sejarah yang terbit hanya karena tidak mencantumkan kata PKI setelah G30S.

Sebagai anak bangsa yang pernah mengonsumsi pelajaran Sejarah di sekolah, saya tak luput dari imej itu. Hingga, di satu siang yang cukup terik, saat saya berkesempatan berbincang dengan salah satu anggota PKI di masa lalu, saya terkejut sendiri dengan kalimat yang ia beberkan : ‘anggota PKI pun menjadi korban atas peristiwa 1965,’ menjelaskan kalimatnya yang cukup mengejutkan di siang bolong, Pak Bedjo Untung (62), seorang ayah dari dua anak, pun berkisah. Lanjut Baca »

Tentang Seorang Perempuan

Perempuan itu bernama Nunung Nurhayati, orang lebih mengenalnya dengan panggilan Ceu Enung. Mungkin Anda pernah melihatnya jika Anda sering bepergian melewati terminal Kampung Rambutan, karena ia sehari-hari berprofesi sebagai penjual kopi keliling di terminal antar kota tersebut.

Usianya belum lagi genap 30 tahun. Namun, kerutan di wajahnya memerlihatkan sejumlah keriput lebih banyak dari yang semestinya. Ia tinggal tak jauh dari terminal, menyewa sepetak kamar sempit untuk tempatnya melepas penat setelah seharian menjajakan dagangan. Tiga buah hati hasil perkawinannya dengan seorang pria Tasikmalaya ia titipkan di rumah orangtuanya di Kuningan. Lanjut Baca »